Oleh: Nur Azizah (Guru Matematika, Ibu dari 5 Anak)

Di kota Curup, terdapat beberapa pasar, pasar yang paling besar namanya Pasar Bawah, karena di Pasar Bawah ada pasar yang dibangun dua tingkat, ada banyak pertokoan di sekitar Pasar Bawah, bahkan beberapa toko buku tempat aku biasanya mampir sebentar, lihat-lihat, dan baca sedikit resume isi buku.  Pasar lainnya ada Pasar Atas, pasar yang banyak ibu-ibu menjual sayuran segar, ayam ternak, ikan hasil tangkapan di sungai atau ikan kiriman dari laut di Kota Bengkulu, ada juga toko buku di pasar atas, tapi hanya buku tulis saja.

Namaku Athia, waktu kecil semasa masih kelas 3 SD, aku bertinggal di sebuah komplek perumahan penduduk di belakang Pasar Bawah, sehingga hampir setiap hari melintasi pasar Atas dan pasar Bawah sepulang sekolah.

Di belakang Pasar Bawah, ketika itu banyak rumah yang terbuat dari kayu atau papan, ada juga rumah yang terbuat dari tembok semen, tapi sangat jarang, dan biasanya anak-anak berumah tembok tidak ikut bermain bersama kami, karena kalau sore mereka sudah harus mandi dan bersih, sedangkan kami anak-anak yang tinggal di rumah kayu bebas bermain hingga adzan maghrib berkumandang, setelah itu mandi dan bersiap sholat berjamaah di rumah Tek Ros, semoga Alah merahmati beliau, beliau adalah guru ngaji yang rumah kontrakannya juga terbuat dari kayu, ada sekitar 20 anak belajar mengaji bersama dan pulang setelah sholat isya berjamaah.

Sejak kecil Aku sangat menyukai hadiah, temanku Salma dan Nengsih juga begitu, sehingga kami sering merayakan bersama jika salah seorang kami yang mendapatkan hadiah lotre tersebut, aku tidak tahu siapa yang punya ide lotre berhadiah ini, mengapa mereka mengetahui jika anak-anak di kampung seperti kami sangat senang dengan hadiah, sekecil apapun.

(jenonggg.blogspot.co.id)

Ternyata, ada jenis lain Lotre berhadiah lainnya, lotre dengan hadiahnya lebih banyak, dan besar-besar, harganyapun sama, menyenangkan sekali jika mendapatkan hadiah, walaupun hanya mainan plastik murah.

“Kita beli lotre lagi besok ya, Tia.” Ajak Salma

“Aku ikut.” Jawab Nengsih menimpali cepat

“Ada lotre baru di warung Tek Gonyek,” dengan semangat aku bercerita dari hasil investigasiku setelah disuruh Emak beli gula tadi siang

“Harus cepat ke sana kita besok ya, nanti keburu habis hadiahnya.” Rudi mulai cemas

Sekolah usai, aku berlari pulang, tidak begitu perduli dengan teman-teman yang keheranan.  Setiba di rumah, cuci tangan, bismillah minum dan buka tudung nasi, makan, lapar sekali, juga haus, Mamak memadangku hanya geleng kepala sambil terus menjahit baju pelanggan tetangga sebelah.   

Nengsih dan Salma datang, kami ngobrol bertiga di teras kayu depan, memikirkan rencana setelah ke warung Tek Gonyek.

“Aku ikut ngantar saja ya, ga ikut belanja,” Salma memelas.

“Aku juga tidak jadi belanja,” Nengsih menimpali.

Semangatku sejak pulang sekolah tadi menurun seketika, akhirnya kami bertiga bermain lompat kodok, dengan gundu yang sudah tersimpan di bawah tangga.

Menjelang maghrib aku pulang, uang 75 rupiah masih ada di kantong rok, aku berjalan menuju ke warung Tek Gonyek, bukan untuk memberli lotre seperti rencana sebelumnya, aku memperhatikan saja beberapa lotre yang terpajang di warung Tek Gonyek,

Aku menyentuh lotre yang penuh hadiah tersebut, berdoa jika saja aku mendapatkan mainan alat masak-masak seperti harapanku sebelumnya, pasti aku akan bermain masak-masak seharian hari Ahad besok, tapi jika dapat angka nol, maka pengorbananku menahan lapar seharian tadi akan sia-sia. “Mengapa aku tidak jual lotre juga saja? Pikirku, akhirnya aku membeli lem, kertas karton, dan sedikit mainan yang murah.

Aku mulai menyusun rencana untuk lotreku, malam ini hanya menggunting kertas sisa buku menjadi potonga kecil yang kemudian akan digulung kecil – kecil untuk dipilih para pembeli, beberapa mainan kecil aku susun dan tempelkan di karton, juga gulungan kertas yang sudah aku tulis angka 0 sampai jumlah hadiah yang tersedia, beberapa hanya pajangan saja, adikku Hero membantu menggulung-gulung ketas lotreku dengan terus bertanya mengapa aku menjual lotre, hingga akhirnya Heropun berniat menjual lotre juga pada teman-teman sebayanya di sekitar rumah.

Hari pertama jualan lotre pada teman-teman, aku menjualnya lebih murah dari lotre di warung Tek Gonyek, hanya 5 perak saja untuk 1 gulung kertas kecil, karena hadiah lotre yang aku miliki tidak banyak, sedangkan di warung Tek Gonyek harganya 10 perak, sehingga teman-teman banyak yang membeli lotreku.

Sore itu, hari ketiga aku jualan lotre, Emak Nengsih datang dan marah-marah pada Mamak, aku heran dan segera menghampiri Emak Nengsih,

“Ada apa Bik? Tanyaku heran, sementara Mamak masih bingung.

“Hero, adikmu tolong dikasi tahu ya, kalau jualan lotre jangan membujuk Rudi untuk beli, sampai banyak begini hutangnya, terus nagih dengan Rudi, pusing Bibik”.

Aku juga bingung.

“Hutang Rudi berapa Bik?

“Masa iyya, Rudi sudah bayar 50 perak, masih ada hutang beli lotre sampai 150 perak, lotre apa itu?” Emak Nengsih makin emosi

“Maaf Bik, nanti ditanyakan dengan Hero ya.” Ungkap Mamak menenangkan Emak Nengsih.

Malam hari Hero dipangil Emak, Hero diminta menjelaskan mengapa sampai Rudi berhutang banyak, dengan ringannya Hero menjelaskan,

“Rudilah yang salah, beli lotre semuanyanya, karena mau dapat mobil besar hadiahnya.”

“Lha, kalau beli lotre semuanya kok mobilnya tidak dapat”, Mamak bingung.

“Iya, nomor hadiah mobilnya tidak ada di tulis di lotre.”

“Terus Rudi dapat hadiah apa?’ tanyaku penasaran.

“Tidak ada, Kak”.

“Kok tidak ada?” Mamak semakin bingung.

“Karena lotrenya ditulis angka nol semua.” Hero menjelaskan tanpa rasa bersalah

Sontak aku dan Mamak tertawa terbahak-bahak, jawaban yang sangat tidak diduga, bagaimana bisa menjual lotre tulisan angak di dalamnya nol semua, sehingga pembeli tidak dapat satupun hadiah, walaupun sudah membeli semua gulungan kertas lotrenya sampai habis.

Keesokan harinya Hero disuruh Mamak untuk minta maaf pada Rudi dan Emaknya, merelakan semua hutang Rudi dan berteman lagi dengan Rudi seperti biasa, dan Hero diminta berjanji tidak akan menjual lotre nol lagi, tapi dibolehkan menjual mainan atau makanan secara langsung.  Dan juga aku dilarang Mamak untuk menjual lotre lagi walaupun tidak nol semua.  Kata Mamak “Jualan itu dibolehkan tapi harus jujur, ada barang, ada harganya, tidak sama dengan lotre, membeli tapi tidak jelas barangnya”.  Sore itu, kami para anak-anak bersyukur dan belajar dari peristiwa itu. Alhamdulillah.

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?