Oleh: Nur Azizah (#Guru Belajar Menulis, #IRo Society, #FLP Sumatera Barat)
Hembusan angin pantai yang semilir menerbangkan ujung-ujung jilbab Arin, Jumat sore menjelang maghrib, Arin duduk berdua Tari sahabatnya di tepian pantai sepulang dari kantor, kegiatan yang acap mereka lakukan pada jumat sore jika tidak banyak kegiatan. Es degan tanpa gula, sedikit cemilan terhidang di meja, pisang kepok panggang, dengan sedikit kelapa parut dan gula aren, menambah cita rasa makanan khas tepi pantai Kota Bengkulu. Tampak riuh gelak tawa anak-anak yang berlarian gembira, sesekali terjatuh dan basah.
Hiruk pikuk pedagang gorengan hasil laut dan kacang rebus silih berganti menjajakan dagangannya pada Arin dan Tari, tapi sore ini mereka hanya ingin menikmati pisang bakar saja, sedikit senyuman dan gelengan sudah membuat para pedangan itu mengerti dan berlalu.
Arin masih banyak diam diantara banyak topik pembicaraan, sepertinya tidak begitu tertarik dengan banyaknya rumor yang beredar di kantor, bos baru, kebijakan baru, pertentangan di sana-sini. Arin mendengarkan saja apa yang dibicarakan Tari, tidak banyak memberi komentar, ia tampak sibuk dengan fikirannya sendiri.
Tari akhirnya menghentikan pembicaraan tentang permasalahan kantor, ia mengamati Arin yang tampak melamun, Tari berusaha mengerti apa yang difikirkan sahabatnya itu, sepertinya masih memikirkan masa lalu yang terus dibawanya kemanapun ia pergi, walaupun tidak banyak membicarkan hal tersebut seperti perempuan lainnya, tapi kadang Tari merasa jengkel dengan sikap Arin yang terus hanyut dengan fikirannya.
‘Biarlah waktu yang menyelesaikannya”, Arin mendesah lirih
“Kamu tidak mungin menemukan ujung selesainya jika tidak bergerak menuju ke titik itu, Arin” Tari mencoba menasehati
“Kalau Kamu masih bersama kenangan masa lalumu, Kamu tak akan pernah memulai hidup atau kenangan baru”.
Arin masih saja diam, mencoba mencerna apa yang dibicarakan oleh sahabatnya itu, ombak laut yang semakin indah untuk dinikmati, langit yang semakin temaram, Arin hanya tersenyum tipis, mengirup udara semakin dalam.
“Iya Tari, doakn aku, semoga segera selesai yaa”, lirih Arin
“Semangat ya, Teman”. Tari mengusap punggung Arin yang tertunduk sayu. “Ayo pisang panggangnya dimakan, ini sudah keburu dingin”.
Senin siang, jadwal kerja yang cukup padat, pekerjaan yang silih berganti, meeting di pagi hari, rapat siang antar divisi, hingga hampir adzan zuhur berkumandang. Arin mengambil nafas panjang, waktu istirahat sejenak, selesai sholat dzuhur berjamaah, Arin meluruskan kaki di mushola kantor, sedikit cemilan yang dibawanya, jarinya lincah membuka buku virtual tentang bagaimana perbedaan sistem berfikir laki-laki dan perempuan.
Arin sangat tertarik dengan ilmu psikologi, termasuk juga anatomi otak laki-laki dan perempuan, bagaimana laki-laki berfikir dan bekerja. Laki-laki dengan segala kekuatan fikiran dan fisiknya, perempuan dengan kelemah-lembutan dan kecerdasan lain yang cukup unik menurut Arin, ternyata memang sangat berbeda, sesuai fungsi yang Allah ciptakan, sehingga walaupun sudah saling kenal, ketika sudah menikah kelak, mereka masih banyak saling berbenturan, tapi akan saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing selama komunikasi dapat terbangun dengan baik.
“Jika boleh memilih, Aku ingin jadi laki-laki saja”, ungkap Arin disela-sela waktu istirahat sore.
“Ya enakan jadi perempuan Ariiiiiin”, Rudi menimpali. “Kewajiban anak perempuan tidak sebanyak anak laki-laki”.
“iya, itukan katamu Rudi!” Arin sewot
“Coba kamu lihat, mana yang lebih banyak, bencong atau orang tomboy?” Rudi tetap menahan rasa lucu.
“Ah, ngobrol sama kamu ga nyambung”, Arin meninggalkan Rudi yang bengong.
“Ngopi dulu yuk, Ariiin”, Tari menyela dari labirin sebelah sambil tersenyum
Arin meletakkan buku virtual yang dibacanya, mengikuti ajakan Tari, menuju dapur dan menyeduh kopi panas tanpa gula, ia bergegas duduk di kursinya kembali, membuka toples kecil berisi kurma, meneguk kopi perlahan bersama kurma sukari yang lembut dan manis, rasa tenang dan bahagia bersama aroma kopi membuat ia merasa rileks dan kembali meneruskan tugas yang masih belum selesai.
“Kalau kamu yakin akan menjadi laki-laki, besok aku bawakan kemeja untuk kamu, Arin”. Rudi nyengir sambil berlalu.
“Huuuuu”, sorakan Tari melempari Rudi dengan gulungan kertas.
“Hahahaha”, Rudi menyeringai.
“Ayo Tari, pulang!” Ajak Arin.
“Oh, aku sebentar lagi, tanggung”.
Ok, Aku duluan ya.” Arin menata beberapa buku dan menyimpan laptopnya
“Aku telfon malam nanti ya,” Tari masih menatap layar monitor dan tangannya masih bergerak lincah di antara tuts keyboard.
Arin melangkah cepat menuju parkiran, mobil kecil tua yang sudah beberapa pekan tidak dicuci, rasa malas mengantar mobil ini ke tempat cucian mobil masih terpelihara dengan baik.
“Ngapa gitu, Nak? Tanya Ibu suatu ketika
“Malas antri, Bu, kalau antri kan duduknya bersama para laki-laki, belum lagi asap rokoknya”.
“Ya tinggal aja mobilnya dan Kamu bisa pergi kemana gitu, atau cari tempat cucian mobil yang dekat mall, sehingga kamu bisa ngadem di mall”.
“Ah, Ibu, ada-ada saja”. Arin tersenyum.
Tapi ada baiknya juga ya, Arin memutar mobilnya kearah BIM, Bengkulu Indah Mall, mencari-cari tempat cucian mobil, tapi ga ketemu. Akhirnya Arin tetap ke tempat cucian di dekat rumahnya, ngantri.
“Yo wislah,” gumam Arin sambil memakirkan mobilnya di belakang mobil lain yang juga antri.
“Masih lamo nunggu giliran, Ayuk”, tiba-tiba laki-laki muda menyapa Arin. Arin menoleh. “Sayo hampir 1 jam nunggu, belum jugo dicuci mobil sayo”, jelas laki-laki itu dengan logat Bengkulunya.
“Kalau mau cepat, cuci sendiri Bang”. Laki-laki lain menimpali
Arin tersenyum mendengar celoteh para antrianer ini.
“Iyo Kak, betul jugo”, Arin menimpali dengan sopan
Arin membiarkan celotehan yang semakin panjang, ia mencari tempat duduk yang agak jauh, berusaha rileks, membuka buku virtual yang tadi dibacanya, tapi sekarang ia ingin membaca buku cerita saja, banyak judul cerita yang menarik, Arin menikmati setiap lembar cerita yang ditulis di aplikasi KBM asuhan Asma Nadia, salah satu penulis terkenal Indonesia yang beberapa karyanya sudah difilmkan, termasuk film Surga yang tak dirindukan, tapi Arin belum berani membaca novel dengan judul seperti itu, sepertinya ceritanya sedih, jadi dia mencoba mencari cerita-cerita yang diperkirakannya tidak begitu sedih.
“Ayuk, mobilnyo sudah selesai!” teriak laki-laki muda yang menggenakan baju dengan beberapa bagian terlihat basah itu pada Arin, bahkan hampir semuanya basah.
“Oh ya, Arin bergegas dan membayar sejumlah uang.
“Uang pas sajo Yuk, susah kembaliannyo”.
“Dak apo Ading, untuk beli makanan sajo”.
“Mokasi Ayuk, baik nian”, laki-laki muda pencuci mobil tersenyum.
“Ayuk mokasi jugo, mobilnyo sudah bersih”. Arin menimpali
“Sering-sering cuci mobil di siko yo Yuk”.
“Insya Allah, Ading, sehat-sehat yo”. Arin berlalu bersama mobilnya yang sudah bersih, alhamdulillah.
Setiba di rumah, tubuhnya terasa penat, Arin merebahkan badannya di sofa, seharian beraktivitas membuatnya sedikit lelah, ia menginginkan air jeruk hangat dengan sedikit madu, tapi kakinya masih malas bergerak. Arin memejamkan mata, membayangkan segelas air jeruk hangat dengan manis madu, menyeruputnya perlahan-lahan, segar sekali. Tapi seketika ingatannya melayang pada segelas jeruk hangat 2 tahun lalu, ketika masih berkegiatan di Bukit Tinggi, udara Bukittinggi yang sejuk, lampu-lampu jalan yang indah, beberapa meja kecil di teras depan sebuah café, menikmati pemandangan jalanan, selingan musik yang ringan, dan… senyuman laki-laki itu!
Arin terbangun, seketika tubuhnya bergerak ke dapur, tenaganya tiba-tiba kembali utuh, nafanya terasa terengah, ia meneguk segelas air, “Tidak ada lagi jeruk hangat”, gumam Arin. Kemudian ia mengambil panci kecil, menjerang air hingga mendidih, “kopi saja!”
“Siapa suruh ke Bukittinggi menemui laki-laki itu?” bisik Arin dalam hati, semakin ia menginginkan laki-laki itu pergi dari hatinya, semakin kuat rasa itu bercokol. Hingga ia mengajukan mutasi dan pindah ke cabang kantor yang ada di kota Bengkulu pun, senyuman laki-laki itu tetap menyertainya.
Arin membuka laptop perlahan, menuliskan apa yang ia rasakan, memutar mp4, Nada Sousou, sebuah lagu tentang kehilangan oleh Hiroaki Kato. Arin mulai menyusun kepingan rindu yang selama ini ia ingkari, dia berfikir dengan pindah ke Kota Bengkulu maka ia akan semakin jauh dari laki-laki itu, dan tidak akan ada rindu lagi. Tetapi, ternyata, saat ini, rasa rindu itu masih terus ada, masih bersisa, bahkan sisanya masih sangat banyak, air matanya pun ikut berlinang, isak yang sulit ia tahan, deringan telfon Tari dibiarkannya begitu saja. Sisa rindu pada laki-laki itu tak kunjung berkurang.
Kota Bengkulu, 8 Juli 2023